Laman.io – Menurut pengamat teknologi sekaligus Direktur Eksekutif ICT Institute, Heru Sutadi mengatakan Indonesia menjadi sasaran empuk para peretas atau hacker.
Hal itu dikatakan Heru setelah akun YouTube milik DPR RI diretas hacker.
Kata dia, penyebabnya, yakni karena hackernya jago mampu membobol meskipun sistem keamanan siber atau websitenya sudah sangat kuat.
Penyebab kedua yakni karena memang keamanan siber aplikasi atau websitenya lemah.
“Peretasan terjadi karena hackernya jago meski keamanan siber aplikasi atau web sitenya sangat kuat, atau memang keamanan siber aplikasi atau websitenya memang sudah lemah,” ujar Heru, dikutib, Selular, Jumat, 8 September 2023.
Baca juga: Setelah Pinjol Kini Viral Pinpri, apa Perbedaan Keduanya?
Heru menambahkan jika keamanan siber di Indonesia tidak menjadi prioritas dan perhatian bagi penyelenggara sistem elektronik.
Alasannya karena akan menambah biaya, dan selalu merasa sistemnya kuat.
“Padahal pada kenyataannya ketika ada oknum yang meretas baru menyadari sistemnya lemah,” jelas Heru.
Indonesia Nomor Dua di Dunia Paling Gampang Diretas
Heru menyebut Indonesia menjadi sasaran empuk peretas, baik lokal maupun internasional.
Bahkan menjadi nomor dua di dunia sebagai korban peretasan keamanan siber dan keamanan data.
“Khususnya aplikasi atau situs perbankan dan keuangan. Kemudian juga situs pemerintahan, kementerian atau lembaga,” jelasnya.
Pada Agustus lalu, Heru Sutadi juga hadir dalam diskusi mengenai angkatan perang keempat yang berfokus pada pasukan siber.
Bahkan menurutnya angkatan siber ini harus mulai pemerintah gencarkan mulai sekarang.
“Kita perlu juga mendiskusikan soal angkatan keempat ini selain darat, laut, dan udara,” kata Heru, Jumat, 18 Agustus 2023 lalu.
Baca juga: Begini Cara Membedakan Centang Biru asli dan Palsu di Instagram
Terlebih Indonesia yang secara transformasi digital sudah sangat aktif, sangat giat, mempercepat transformasi digitalnya.
“Apalagi masa pandemi covid kemarin, Presiden Jokowi mengatakan kita akan mempercepat proses transformasi digital,” bebernya.
Adapun yang disampaikan Heru ini merespons perkataan Mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jenderal TNI (Purn) AM Hendropriyono yang menyinggung ketiadaan angkatan keempat di RI.
Heru kemudian mengatakan, diskusi mengenai pasukan siber ini sejatinya telah terjadi sejak lama, kira-kira 10 tahun lalu.
Diskusi itu berangkat dari kesadaran pemerintah yang telah menganggap bahwa serangan yang dilakukan di dunia maya itu dianggap serangan terhadap di dunia nyata.
Saat itu, akhirnya pemerintah memutuskan lembaga sandi negara perlu direvitalisasi, sehingga kemudian yang disebut pasukan siber itu tugas dan fungsinya dimasukkan ke dalam Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
“Apa yang disampaikan Pak Hendropriyono tentu menjadi pertimbangan lagi nih. Apakah BSSN sekarang tugasnya sudah maksimal atau optimal untuk memberikan perlindungan terhadap keamanan siber di Indonesia,” kata Heru.
Ia pun bercerita bagaimana Indonesia seringkali berhadapan dengan negara lain perihal serangan siber.
Saat era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), ramai perang siber dengan Australia, di mana para peretas Indonesia menyerang fasilitas penting di Negeri Kanguru tersebut.
Baca juga: WhatsApp Kini Mendukung Video Kualitas HD
Kepolisian dan lembaga intelijen Australia diserang hingga beberapa situs milik mereka jatuh.
Ketika Indonesia diserang balik, Heru mengatakan, RI ternyata juga tidak siap.
“Waktu itu sempat situs BI jatuh, situs Kemenkumham jatuh, situs kepolisian, kemudian juga situs KPK tapi kemudian bisa bertahan,” kata Heru.
Lalu, pernah juga ada serangan siber dari peretas Indonesia ke situs-situs Malaysia.
Namun, ketika diserang balik, ternyata tidak siap juga keamanan sibernya.
Jadi, menurut Heru, memang perlu ada peningkatan keamanan siber di Indonesia apabila suatu saat RI diserang oleh peretas dari negara lain.
“Selain juga pertahanan paling baik kan menyerang, tapi paling tidak pertahanan siber kita harus ditingkatkan sambil kita juga menyiapkan benar-benar ada cyber army. Karena banyak hacker dari negara lain yang difasilitasi oleh negara sebenarnya,” ujarnya.